Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Ahad, 12 Oktober 2025
home masjid detail berita

Ketika Abu Nawas Menjadikan Humor sebagai Senjata Hukum

miftah yusufpati Senin, 28 Juli 2025 - 04:04 WIB
Ketika Abu Nawas Menjadikan Humor sebagai Senjata Hukum
Di balik humor dan absurditasnya, tersembunyi pelajaran besar tentang keadilan, keberanian, keikhlasan, dan kecerdasan moral. Ilustrasi: Ist
LANGIT7.ID-Pada suatu sore yang teduh di Baghdad, Abu Nawas sedang mengajar murid-muridnya. Buku-buku terbuka, pikiran mereka dipenuhi hikmah dan tawa—karena bersama Abu Nawas, keduanya selalu datang beriringan.

Tiba-tiba, dua tamu datang. Seorang nenek penjual kahwa dan seorang pemuda Mesir yang tampak seperti habis tertimpa ekonomi dan asmara sekaligus. Dengan suara lirih dan wajah lesu, pemuda itu bercerita: ia datang ke Baghdad membawa harta dagang, menginap di sebuah rumah kost, lalu bermimpi menikah dengan anak Kadi.

Masalahnya? Mimpi itu sampai ke telinga Kadi. Dan bukannya tertawa, Kadi justru meminta mas kawin seperti dalam mimpi. Ketika si pemuda menolak, Kadi langsung menyita semua hartanya. Jadilah si pemuda pedagang itu berubah status menjadi tunawisma yang ditolong oleh nenek penjual kahwa.

Abu Nawas mendengarkan dengan penuh perhatian. Lalu, seperti biasa, ia merespons dengan sesuatu yang—setidaknya menurut logika Baghdad—tidak biasa.

Baca juga: Abu Nawas Menolak Jabatan, Naik Pisang Jadi Kuda

“Anak-anak,” katanya kepada murid-muridnya, “tutup kitab kalian. Malam ini kita akan belajar pelajaran baru. Bawa cangkul, kapak, martil, dan batu. Kita akan praktik langsung.”

Malam itu, belasan murid Abu Nawas berbondong-bondong ke rumah sang Kadi. Tanpa aba-aba, mereka mulai merubuhkan rumah itu. Batu melayang, dinding runtuh, orang-orang kampung melongo. Tapi karena ini Baghdad, mereka hanya berbisik, “Pasti ini kerjaan Abu Nawas…”

Kadi keluar dengan jubah tidur dan wajah murka. “Siapa yang menyuruh kalian menghancurkan rumahku?”

“Guru kami, Abu Nawas!” jawab mereka mantap.

Keesokan paginya, Abu Nawas dihadapkan ke istana.

“Kau menghancurkan rumah Kadi?” tanya Baginda, dengan nada setengah antara heran dan lelah.

“Benar, Tuanku,” jawab Abu Nawas. “Sebab malam sebelumnya hamba bermimpi bahwa Tuan Kadi ingin rumahnya dihancurkan dan diganti yang lebih besar.”

“Mimpi?” tanya Baginda, hampir tersedak air zamzam.

“Hamba hanya meniru hukum Kadi, Tuanku,” ujar Abu Nawas santai.

Baca juga: Melacak Fakta Sejarah Tentang Sosok Kontroversial Abu Nawas

Lalu ia ceritakan kisah si pemuda Mesir. Bahwa Kadi menggunakan mimpi sebagai dalih merampas harta orang. Bahwa pemuda itu hanya bermimpi menikahi anak Kadi, tapi mimpinya justru jadi alat kezaliman.

Baginda mulai naik pitam. Ia meminta pemuda Mesir dihadirkan. Pemuda itu datang, bercerita dengan suara bergetar, membawa saksi dari rumah kost tempat ia menginap. Semua cerita cocok.

Akhirnya Baginda berseru, “Kurang ajar! Ternyata aku mengangkat seorang Kadi bermoral lebih buruk dari tikus got!”

Kadi pun dipecat. Hartanya disita dan diserahkan kembali ke si pemuda Mesir. Tak lupa, rumahnya? Sudah tak bisa diperbaiki lagi—terlalu banyak kenangan pahit dan reruntuhan batu.

Selesai urusan, pemuda Mesir itu berkata kepada Abu Nawas, “Aku ingin memberimu hadiah sebagai ucapan terima kasih.”

Tapi Abu Nawas menolak, “Jika aku dibayar karena melawan kezaliman, maka aku sama saja dengan Kadi.”

Pemuda itu terdiam. Lalu ketika ia kembali ke Mesir, ia membawa kisah itu. Nama Abu Nawas pun melegenda. Tak hanya karena kepintarannya, tapi karena keberaniannya—dan sedikit kenekatannya—dalam menegakkan keadilan dengan cara yang tak biasa.

Baca juga: Abu Nuwas atau Abu Nawas, Ahli Maksiat yang Bertaubat
---

Kisah ini berasal dari tradisi lisan Alf Laylah wa Laylah (Seribu Satu Malam) dan dimodifikasi dalam bentuk humor sufistik.

Hikmah dari kisah tersebut adalah;

1. Keadilan tidak boleh berdiri di atas mimpi

Kisah ini menunjukkan bahwa hukum dan keadilan harus ditegakkan berdasarkan akal sehat, bukti nyata, dan etika, bukan berdasarkan khayalan atau mimpi. Ketika seorang pejabat menggunakan mimpi sebagai dalih merampas harta orang lain, maka itu adalah bentuk kezaliman yang harus dilawan.

2. Kebijaksanaan tak selalu datang dalam bentuk formal

Abu Nawas adalah simbol hikmah yang tidak selalu tampil dalam bentuk serius dan kaku. Dengan kecerdasan dan humor, ia bisa membongkar kezaliman yang dilakukan oleh orang yang berpangkat, seperti Kadi dalam cerita ini. Ini mengajarkan bahwa bentuk kebenaran tidak selalu harus kaku dan formal; kadang justru lewat kelakar dan tindakan yang tak terduga.

Baca juga: Kisah Sufi Humor Nasrudin Hoja: Sepotong Keju

3. Keberanian melawan ketidakadilan adalah bagian dari iman

Abu Nawas tak takut menghadapi risiko ketika harus membela yang lemah. Ia mengorbankan reputasi dan bahkan membuat keputusan yang berani (menghancurkan rumah Kadi) demi memperjuangkan nasib seorang pemuda asing yang menjadi korban. Ini mengingatkan pada hadits Nabi Muhammad ﷺ:

"Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya..." (HR. Muslim)

4. Jangan tertipu oleh penampilan atau jabatan

Kadi, yang seharusnya menjadi teladan hukum dan moral, justru menjadi pelaku penindasan. Ini mengajarkan bahwa jabatan tinggi bukan jaminan kebaikan. Sebaliknya, kebaikan bisa datang dari siapa saja—termasuk dari Abu Nawas yang dikenal gila-gilaan, namun selalu berpihak pada yang benar.

5. Kebaikan sejati tak mengharap imbalan

Di akhir kisah, Abu Nawas menolak balasan materi dari si pemuda Mesir. Ini menunjukkan kemurnian niat dalam membantu. Ia berbuat bukan karena imbalan, tetapi karena itulah yang seharusnya dilakukan. Sebuah pelajaran tentang keikhlasan.

Baca juga: Kisah Humor Sufi: Nasrudin dan Pencuri yang Malang

Kisah ini bukan sekadar cerita lucu. Di balik humor dan absurditasnya, tersembunyi pelajaran besar tentang keadilan, keberanian, keikhlasan, dan kecerdasan moral. Abu Nawas mengajarkan bahwa dalam dunia yang sering tak masuk akal, kadang keadilan perlu diperjuangkan dengan cara yang juga tak biasa.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Ahad 12 Oktober 2025
Imsak
04:07
Shubuh
04:17
Dhuhur
11:43
Ashar
14:45
Maghrib
17:49
Isya
18:58
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan