Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Ahad, 05 Oktober 2025
home masjid detail berita

Motor Penggerak atau Sekadar Slogan? Nasib Akidah dalam Masyarakat Modern

miftah yusufpati Rabu, 24 September 2025 - 04:15 WIB
Motor Penggerak atau Sekadar Slogan? Nasib Akidah dalam Masyarakat Modern
Di hadapan sejarah, umat Islam ditantang membuktikan: apakah mereka benar-benar membangun masyarakat di atas aqidah, atau sekadar menempelkan nama Islam pada bangunan yang rapuh? Ilustrasi: Ist
LANGIT.ID-Di sebuah majelis ilmu di Kairo tahun 1990-an, Syaikh Yusuf Qardhawi menegaskan satu hal sederhana namun fundamental: masyarakat Islam sejati hanya bisa tegak di atas aqidah. Baginya, kalimat Laa ilaaha illallah, Muhammadan Rasuulullah bukan sekadar zikir, melainkan fondasi sosial. Aqidah, kata Qardhawi, bukan aksesoris, melainkan “motor penggerak dalam berharakah” dan sumber yang melahirkan akhlak, hukum, hingga peradaban.

Pandangan itu kemudian ia bukukan dalam Malaamihu Al-Mujtama’ al-Muslim alladzi Nasyuduh (diterjemahkan: Sistem Masyarakat Islam dalam Al-Qur’an & Sunnah, 1997). Ia mengingatkan: membangun masyarakat tanpa aqidah sama dengan mendirikan bangunan di atas pasir. Cepat atau lambat, runtuh.

Qardhawi tidak menafsirkan masyarakat Islam sebagai eksklusif. Ayat Al-Baqarah 256: “Tidak ada paksaan dalam agama”—menjadi sandaran. Sejarah pun menjadi saksi, umat Islam pernah tampil sebagai komunitas paling toleran pada masa keemasan. Kaum Yahudi dan Nasrani hidup berdampingan, bahkan berkembang di bawah proteksi politik Islam.

Namun, toleransi bukan berarti longgar dalam fondasi. Qardhawi menolak ide masyarakat yang membiarkan aqidah bercampur dengan ideologi lain, entah sosialisme, komunisme, atau liberalisme. Bagi dia, itu “agama tanpa wahyu.”

Baca juga: Grand Syaikh Azhar: Khilafah Ajaran Islam, Bentuk Negara Sesuai Perkembangan Zaman

Indonesia: Antara Tauhid dan Kebangsaan

Di Indonesia, gagasan ini menemukan konteksnya yang khas. Sejak awal berdirinya republik, umat Islam bersepakat pada Pancasila sebagai konsensus nasional. Namun, debat mengenai posisi aqidah dalam masyarakat terus hidup, dari sidang BPUPKI 1945 hingga kontroversi Piagam Jakarta.

Hari ini, perdebatan itu hadir dalam bentuk lain: polemik nasionalisme versus transnasionalisme, Islam moderat versus Islam politik. NU dan Muhammadiyah sering menekankan bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan tauhid, bahkan bisa menjadi wadah ideal untuk menghidupkan nilai aqidah Islam dalam konteks kebangsaan.

Di sisi lain, kelompok-kelompok garis keras justru menolak kompromi, menganggap sistem demokrasi sebagai “produk Barat” yang mencemari kemurnian aqidah. Ironisnya, mereka sendiri kerap terjebak pada simbol formal—menuntut perda syariah atau negara Islam—tanpa memberi solusi konkret atas persoalan kemiskinan, korupsi, dan ketimpangan.

Aqidah dan Kehidupan Publik

Masjid, sekolah, media, bahkan teater dan puisi, bagi Qardhawi, seharusnya menjadi saluran memperkuat aqidah dalam kehidupan publik. Indonesia punya pengalaman menarik: khutbah Jumat yang ditayangkan televisi nasional, sinetron religi Ramadan, hingga pesantren YouTube di era digital. Semua adalah sarana dakwah, tapi juga arena kontestasi wacana aqidah.

Baca juga: Kerap Disalahpahami, Wakil Ketua MUI Jelaskan Makna Khilafah dalam Islam

Tantangannya: jangan sampai aqidah hanya jadi jargon. Misalnya, ketika korupsi berjamaah dibungkus dengan simbol keislaman, atau ketika politik identitas dipakai untuk memecah belah bangsa. Qardhawi pernah mengingatkan bahaya “memalsukan bangunan Islam”—menempelkan label Islam pada sistem yang sejatinya tidak berlandas pada aqidah.

Antara Retorika dan Realitas

Dalam praktik, masyarakat Indonesia kerap berada di persimpangan. Ada yang menafsirkan Islam sekadar urusan ritual pribadi, ada yang menekankan aspek sosial-politiknya. Di media sosial, bahkan aqidah sering jadi komoditas: konten dakwah yang viral di TikTok bisa lebih berpengaruh ketimbang pengajian di masjid.

Pertanyaannya: apakah aqidah masih menjadi fondasi utama, atau sekadar pelengkap? Qardhawi menulis tegas: aqidah adalah pengikat persatuan, sumber hukum, dan motivasi jihad—dalam makna luas, yakni perjuangan membela keadilan. Tanpa itu, masyarakat Muslim rawan terombang-ambing, entah oleh arus kapitalisme global, nasionalisme sempit, atau ideologi impor lainnya.

Menatap ke Depan

Indonesia, dengan pluralitasnya, jelas tidak bisa menjadi masyarakat Islam eksklusif seperti diimajinasikan Qardhawi. Namun, pesan utamanya tetap relevan: aqidah harus memberi arah, bukan hanya identitas.

Baca juga: MUI Tolak Pandangan Istilah Jihad dan Khilafah Bukan Syariat Islam

Pertanyaannya kini bukan lagi apakah Islam kompatibel dengan negara modern, melainkan bagaimana aqidah tauhid bisa membumi dalam kebijakan publik: dari pemberantasan korupsi, penanggulangan kemiskinan, hingga pengelolaan lingkungan. Jika aqidah hanya berhenti di lisan, maka ia akan “dipinggirkan ke museum sejarah,” sebagaimana sindiran para pemikir sekuler Arab yang dikritik Qardhawi.

Di hadapan sejarah, umat Islam Indonesia ditantang membuktikan: apakah mereka benar-benar membangun masyarakat di atas aqidah, atau sekadar menempelkan nama Islam pada bangunan yang rapuh?

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Ahad 05 Oktober 2025
Imsak
04:11
Shubuh
04:21
Dhuhur
11:45
Ashar
14:47
Maghrib
17:50
Isya
18:58
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan