Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Senin, 19 Mei 2025
home edukasi & pesantren detail berita

Apa yang Dimaksud dengan Fikih Tabiin? Berikut Ini Penjelasannya

miftah yusufpati Jum'at, 11 April 2025 - 05:45 WIB
Apa yang Dimaksud dengan Fikih Tabiin? Berikut Ini Penjelasannya
Banyak di antara tabiin yang mencapai faqahah (kefaqihan) begitu rupa sehingga sahabat berguru pada mereka. Ilustarsi: AI
LANGIT7.ID-Cendekiaan Muslim, Jalaluddin Rakhmat (1949 – 2021) mengatakan setelah Nabi Muhammad SAW wafat, kaum muslimin bertanya pada sahabat dalam urusan hukum-hukum agama.

Tidak semua sahabat menjawab pertanyaan mereka; dan mereka pun tidak bertanya pada semua sahabat. Sebagian sahabat sedikit sekali memberi fatwa, mungkin karena ketidaktahuan, kehati-hatian, atau lagi-lagi pertimbangan politis.

"Sebagian lagi banyak sekali memberi fatwa, mungkin karena pengetahuan mereka, atau karena posisinya memungkinkan untuk itu," ujar Jalaluddin Rakhmat dalam buku berjudul "Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah" bab "Tinjauan Kritis atas Sejarah Fiqh, Dari Fiqh Al Khulafa' Al-Rasyidin Hingga Madzhab Liberalisme".

Menarik untuk dicatat, kata Jalaluddin, bahwa dalam khazanah fiqh ahl al-Sunnah para khalifah sedikit sekali memberi fatwa atau meriwayatkan al-hadis.

Abu Bakar Ash-Shiddiq meriwayatkan hanya 142 hadis, Umar bin Khattab 537 hadis, Utsman bin Affan 146 hadis, Ali bin Abi Thalib 586 hadis.

"Jika semua hadis mereka disatukan hanya berjumlah 1411 hadis, kurang dari 27% hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah yang berjumlah 5374 hadis," ujar Jalaluddin.

Baca juga: Ilmu Fikih: Ketika Campur Tangan Kekuasaan Membentuk Hukum Islam

Oleh karena itu, para tabi'in, yakni mereka yang berguru pada sahabat, umumnya bukanlah murid al-Khulafa al-Rasyidin. Dalam pada itu, ketika kekuasaan Islam meluas, hanya sedikit para sahabat yang meninggalkan Madinah.


Dalam kaitan ini, Abu Zahrah dalam "Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah" menulis:

Sebenarnya, sebelum Dinasti Umayyah berkuasa, tidak banyak, bahkan sedikit sekali sahabat yang keluar dari Madinah. Umar bin Khatab menahan para sahabat senior di Madinah dan melarang mereka meninggalkan kota itu.

Pertama, 'Umar ingin mengambil manfaat dari pendapat mereka. Kedua, ia mempertimbangkan alasan-alasan, baik secara politik maupun administratif dalam pemerintahan.

Baru ketika Utsman memerintah, mereka diizinkan keluar. Yang keluar kebanyakan bukan fuqaha. Juga bukan sahabat senior, kecuali yang diizinkan keluar oleh Umar, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abu Musa al-Asy'ari, dan lain-lain.

Sahabat yang terkenal punya banyak murid adalah Ibn Mas'ud di Iraq, Abdullah ibn 'Umar serta ayahnya Al-Faroq, Zaid ibn Tsabit dan lain-lain di Madinah.

Kebanyakan, menurut Abu Zahrah, murid-murid sahabat itu para mawali (non Arab). Fiqh tabi'in, karena itu, umumnya fiqh mawali.

Baca juga: Ilmu Fikih: Ketika Pertimbangan Kepentingan Umum Didahulukan

Dari sahabat, para tabi'in mengumpulkan dua hal: Hadits-hadits Nabi SAW dan pendapat-pendapat para sahabat (aqwal al-shahabat).

Bila ada masalah baru yang tidak terdapat pada kedua hal tersebut, mereka melakukan ijtihad seperti atau dengan metode yang dilakukan para sahabat. Banyak di antara tabi'in yang mencapai faqahah (kefaqihan) begitu rupa sehingga sahabat berguru pada mereka.

Qabus ibn Abi Zhabiyan berkata: Aku tanya ayahku, mengapa Anda tinggalkan sahabat dan mendatangi 'Alqamah. Ayahku menjawab Aku menemukan sahabat-sahabat Nabi bertanya kepada 'Alqamah dan meminta fatwanya.

Ka'ab al-Ahbar sering dimintai fatwa oleh Ibn Abbas, Abu Hurairah, dan Abdullah ibn Amr. 'Alqamah dan Ka'ab keduanya tabi'in.

Ada tujuh orang faqih tabi'in yang terkenal (al-fuqaha al-sab'ah): Sa'id ibn Musayyab (wafat 93 H), 'Urwah ibn al-Zubair (wafat 94 H), Abu Bakar ibn 'Abid (wafat 94 H), Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakar (Wafat 108 H), Abidullah ibn Abdillah (wafat 99 H), Sulayman ibn Yasar (wafat 100 H dan Kharijah ibn Zaid ibn Tsabit.

Di samping mereka ada 'Atha ibn Abi Rabah, Ibrahim al-Nakh'i, Al-Syu'bi, Hamad ibn Abu Sulayman Salim mawla Ibn Umar, dan 'Ikrimah mawla Ibn Abbas.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Senin 19 Mei 2025
Imsak
04:25
Shubuh
04:35
Dhuhur
11:53
Ashar
15:14
Maghrib
17:47
Isya
18:59
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan