Langit7.id - Dakwah, Al-Quran, Berita Terkini dan Tafsir
Dapatkan Update berita LANGIT7.ID
melalui notifikasi browser Anda.
kalender Ahad, 12 Oktober 2025
home masjid detail berita

Keadilan Abu Nawas: Lalat-Lalat yang Membuka Mata Raja

miftah yusufpati Senin, 28 Juli 2025 - 16:30 WIB
Keadilan Abu Nawas: Lalat-Lalat yang Membuka Mata Raja
Kisah ini mengingatkan bahwa kebijaksanaan tidak selalu datang dari orang yang berpakaian mewah atau berbicara resmi. Ilustrasi: Matmatrik
LANGIT7.ID-Tak ada yang lebih menyakitkan bagi Abu Nawas selain kehilangan rumah tanpa alasan. Pagi itu, istrinya datang sambil berkacak pinggang, namun bukan karena kesal pada Abu Nawas. Justru ia membawa kabar buruk: rumah mereka dibongkar paksa oleh para pekerja istana.

“Mereka menggali sampai dapur, Abu! Katanya Baginda Raja mimpi ada harta karun di bawah rumah kita,” keluh istrinya dengan mata nyalang.

Namun, alih-alih menemukan emas dan permata, para penggali hanya menemukan tulang ayam sisa semalam dan sandal jepit Abu Nawas yang sudah bolong. Dan Baginda? Tak minta maaf, apalagi ganti rugi.

Sejak itu, Abu Nawas diam. Makanan tak disentuh, lawakan tak keluar, bahkan kucing tetangga yang biasa dipukulnya tiap pagi pun dibiarkan lewat dengan aman. Ia memikirkan balas dendam. Tapi bukan balas dendam biasa. Harus cerdas, harus menghibur, dan tentu saja: harus membuat istana pusing.

Baca juga: Ketika Abu Nawas Menjadikan Humor sebagai Senjata Hukum

Keesokan harinya, saat matahari baru saja menggeliat dari balik kubah masjid, Abu Nawas tersenyum sendiri melihat lalat-lalat mengerubungi makanannya yang sudah basi. “Nah, ini dia!” serunya. “Tolong ambilkan kain penutup dan sebatang besi, istriku!”

Istrinya hanya bisa menggeleng. “Kalau kau gila, sebaiknya gila sekalian.”

Dengan jubah paling bersih yang dimilikinya—yang cuma sedikit lebih bersih dari keset—Abu Nawas berangkat ke istana, membawa nampan berisi makanan basi, ditutup rapi, dan tongkat besi di tangan.

Setiba di hadapan Baginda, ia membungkuk dalam-dalam.
“Wahai Tuanku yang mulia, hamba datang membawa pengaduan penting!”

“Cepat katakan, sebelum aku mimpi lagi,” sahut Baginda, mulai curiga.

“Pagi ini, rumah hamba diserbu tamu tak diundang,” kata Abu Nawas.

“Siapa mereka?” sergah Baginda.

Baca juga: Abu Nawas Menolak Jabatan, Naik Pisang Jadi Kuda

“Lalat-lalat ini, Tuanku!” jawab Abu Nawas, membuka penutup piringnya. Lalat beterbangan, seperti pasukan perang yang panik.

“Hamba ingin menghukum mereka, namun butuh izin tertulis dari Tuanku agar tidak melanggar hukum kerajaan,” lanjutnya serius.

Para menteri menahan tawa. Baginda, yang mulai merasa ditonton, akhirnya menandatangani surat izin berbunyi:

"Dengan ini diperkenankan kepada Abu Nawas untuk memukul lalat-lalat itu di manapun mereka hinggap."

Baru saja surat ditandatangani, Abu Nawas langsung bangkit. Tongkat besinya berayun.
Kaca jendela? Remuk.
Vas bunga China? Terbelah dua.
Patung kuda emas? Patah leher.
Dan ketika seekor lalat hinggap di sorban Baginda, Abu Nawas tak ragu-ragu: tongkatnya mendarat dengan mantap!

“Demi surat izin Tuanku sendiri,” ucapnya mantap.

Baca juga: Melacak Fakta Sejarah Tentang Sosok Kontroversial Abu Nawas

Baginda hanya bisa menganga. Para menteri menunduk, antara menahan tawa dan ketakutan. Istana porak-poranda.

Baru setelah kursi tahta retak karena lalat iseng yang hinggap di sandarannya, Baginda akhirnya sadar: inilah balasan dari kesewenang-wenangan atas mimpi konyolnya.

Abu Nawas pun pamit dengan senyum lebar, sambil berkata, “Ampun, Tuanku. Mimpi boleh bebas, tapi kenyataan harus adil.”

Ia pulang dengan langkah ringan. Kali ini, istrinya menyambut bukan dengan omelan, tapi dengan pelukan bangga. “Jadi, istana belajar sesuatu?”

Abu Nawas tertawa. “Belajar untuk tak mengganggu orang yang kelihatan bodoh tapi membawa tongkat besi.”

---

Hikmah dari kisah ini adalah:

1. Keadilan Tidak Boleh Didasarkan pada Keinginan Sepihak

Kisah ini mengajarkan bahwa keputusan—terutama yang merugikan orang lain—tidak boleh diambil hanya karena mimpi, prasangka, atau kekuasaan. Raja yang bertindak semena-mena akhirnya dipermalukan oleh kelicikan cerdas Abu Nawas.

Baca juga: Melacak Fakta Sejarah Tentang Sosok Kontroversial Abu Nawas

2. Kecerdikan Bisa Menjadi Senjata Melawan Ketidakadilan

Abu Nawas tidak membalas dengan kekerasan atau dendam membabi buta. Ia memakai akalnya untuk membuat penguasa sadar akan kekeliruannya, sekaligus mempermalukannya secara elegan.

3. Penguasa Wajib Meminta Maaf Bila Salah

Meskipun seorang raja memiliki kuasa, kisah ini menohok bahwa seorang pemimpin tetap manusia biasa yang bisa khilaf. Ketika berbuat salah, ia harus punya kerendahan hati untuk mengakuinya.

4. Jangan Meremehkan Orang Kecil atau yang Tampak Lucu

Abu Nawas dikenal kocak dan nyentrik, namun ia juga bijaksana. Kisah ini mengingatkan bahwa kebijaksanaan tidak selalu datang dari orang yang berpakaian mewah atau berbicara resmi.

5. Setiap Tindakan Ada Konsekuensinya

Ketika Raja bertindak semena-mena, akibatnya bukan hanya kehilangan barang berharga di istana, tapi juga kehilangan kehormatan di hadapan para menteri. Abu Nawas memperlihatkan bahwa kezaliman bisa berbalik menghancurkan si pelaku.

Baca juga: Kisah Sufi Humor Nasrudin Hoja: Sepotong Keju

6. Humor Bisa Menjadi Alat Koreksi Sosial

Dengan gaya jenakanya, Abu Nawas tidak hanya menghibur, tapi juga menyindir tajam praktik kekuasaan yang salah. Humor dalam kisah ini bukan sekadar lucu, melainkan sarat pesan moral.

(mif)
  • Bagikan Artikel Ini :
TOPIK TERKAIT
BERITA TERKAIT
jadwal-sholat
Jadwal Sholat
JAKARTA, Ahad 12 Oktober 2025
Imsak
04:07
Shubuh
04:17
Dhuhur
11:43
Ashar
14:45
Maghrib
17:49
Isya
18:58
Lihat Selengkapnya
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
QS. Ali 'Imran:64 Langit 7 Cahaya Menuju Kebaikan