LANGIT7.ID-Lapangan kerja di Indonesia dan dunia Islam umumnya merupakan masalah yang pelik. Pada lima tahun ini peserta pendidikan tinggi meningkat dari 7 juta menjadi 9 juta lebih orang atau meningkat rata rata sebesar 6 persen setahun. Akan tetapi perbaikan kualitas SDM ini tidak dibarengi dengan kualitas lapangan kerja yang meningkat. Akibatnya terjadi degradasi lulusan, misalnya lulusan sarjana memperoleh kesempatan kerja yang dapat dihandle oleh anak SMA/SMK.
Lulusan sarjanapun kesulitan mencari pekerjaan, akibatnya terjadi predator pekerjaan di mana SDM memasuki lapangan pekerjaan dengan kualifikasi di bawahnya. Banyak sarjana menjadi sopir ojol atau ojek on line. Hampir 60 persen tenaga muda berada di sektor informal dengan rata rata gaji lebih rendah, tanpa jaminan sosial, terutama jaminan pensiun, asuransi kecelakaan kerja dan sebagainya. Bahkan pemerintah akhir akhir ini mengeluarkan subsidi upah, di mana salah persyaatan yang berkait dengan BPJS ketenagakerjaan tentu saja bagi pekerja sektor informal yang seharus paling tepat memeroleh subsidi tersebut justru tidak bisa memenuhi kriteria. Namun, seperti yang kita ketahui tidak ada protes yang berarti terhadap masalah ini. Mereka para pekerja informal yang mayoritas bisa disebut sebagai silent majority. Sering persyaratan yang ditetapkan bias formalitas.
Baca juga: Kolom Ekonomi Syariah: Upah dan Daya SaingDalam ilmu ekonomi secara umum diterima bahwa investasi menjadi alat mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan. Hal ini umumnya mendorong pemerintah menjadi pemburu investor dengan memberikan berbagai kelonggaran dari keringanan pajak sampai keringanan persyaratan seperti masalah lingkungan dan reklamasi.
Dari pekerjaan lembaga formal yang jumlah hanya 40 persen lapangan pekerjaan dibagi menjadi dua kelompok yaitu pekerjaan managerial dan kaitannya seperti para sekretaris sampai mandor, dan sisanya sebagai pekerja manual atau buruh. Pemisahan ini juga menggambarkan lapangan pekerjaan berupah tinggi dan lapangan pekerjaan berupah rendah, umumnya mengacu kepada upah minimum regional atau kota.
Baca juga: Kolom Ekonomi Syariah: Ekonomi PendidikanMeski di lapangan pekerjaan informal upah minimum daerah tidak bisa dipenuhi, di sektor formal pun upah minimum belum merupakan penerimaan ideal yang bisa memenuhi tingkat konsumsi yang makin berkembang. Sebagai contoh, dulu BBM kendaraan dan angsuran kendaraan serta pulsa dan angsuran HP tidak masuk dalam kebutuhan dasar, sekarang menjadi masuk dalam kebutuhan dasar, mengakibatkan upah minimum menjadi tidak ideal. Kini, pekerjaan yang benar benar diburu dan memenuhi harapan Gen Z dengan atribut internet minded dan medsos sebenarnya sangat terbatas. Dengan kata lain pekerjaan ideal dengan upah yang bagus sebenarnya sangatlah terbatas. Inilah sebabnya setiap lowongan pekerjaan di sektor formal manajerial atau white collar memeroleh perhatian berjubel.
Gen Z menghadapi realitas yang jauh dari mimpi mimpi yang bertebaran di medsos dan harapan harapan yang sering kali diamplifikasi oleh pemerintah dengan sembrono. Misalnya mendorong Gen Z untuk menjadi youtuber, perlu diingat bahwa “bintang” disebut demikian karena langka dan sangat unik. Profesi ini hanyalah sukses untuk jumlah yang bisa dihitung dengan jari, dan bukan untuk mayoritas 180 juta angkatan kerja. Pemerintah harus memikirkan mayoritas, jika pemerintah mengamplifikasi minoritas pekerjaan bahkan mengamplifikasi para bintang yang hanya bisa dihitung jari, pastilah mengabaikan mayoritas yang miskin dan mendekati miskin dengan upah yang rendah di mayoritas sektor formal yang tercermin dalam upah minimum dan yang lebih besar lagi di sektor informal dengan upah setengah dari upah minimum. Si miskin dan yang lebih miskin lagi yang merupakan silent majority.
Baca juga: Kolom Ekonomi Syariah: Pendekatan Ekonomi atas Layanan KesehatanPerkembangan pengunaan AI yang sering diamplifikasi pemerintah kita bukan pada sisi produksi barang nyata, robotik yang akan berinterkasi dengan pekerja dan membantu pekerja dan sekaligus menjadi pesaingnya karena akan memangkas kebutuhan tenaga manual. Penggunaan AI cenderung kepada jasa jasa khususnya yang berkait dengan perdagangan, tranportasi, perhotelan, dan media tayang karikatural. Sekali lagi ini adalah kelemahan dasar di mana industri pengolahan atau sektor II kita lemah.
Di lapangan pekerjaan pekerjaan seperti guru sekolah yang sangat terhormat dan bahkan dosen yang lebih terhormat, memperoleh upah bahkan juga kurang dari setengah upah minimum. Keputusan MK untuk mewajibkan sekolah gratis sangat baik dari sisi ketenagakerjaan, karena dengan sekolah gratis sampai jenjang SMP, maka nasib guru honorer dan guru swasta yang secara riel upahnya jauh di bawah upah minimum akan memperoleh tambahan dari pemerintah. Keputusan MK tersebut adalah jalan kepada pemerintah untuk bisa membantu sektor yang sangat krusial dalam membina kompetensi ketenagakerjaan, yaitu sektor pendidikan. Banyak guru hanya dibayar di bawah 1 juta sebulan kurang dari setengah upah minimum pada 2,5 sampai 5 jutaan bahkan banyak guru hanya dibayar 200 ribuan. Guru disubsidi oleh keluarga miskin bisa orang tua dan keluarga lain, untuk sebuah pertaruhan kualitas bangsa yang sudah semestinya menjadi tanggung jawab negara.(Ketua Diktilitbang PP Muhammadiyah)
(lam)